Seperti dikabarkan beberapa waktu yang lalu bahwa ulat bulu kini telah mewabah di beberapa daerah di Indonesia, sebut saja Probolinggo, Bali, Yogyakarta, dan Jakarta. Hal ini dikhawatirkan oleh banyak orang karena dapat memicu gatal-gatal di kulit. Mengapa hal tersebut dapat terjadi?
Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementrian Kesehatan, Prof Dr Tjandra Yoga Aditama, mengatakan, dampak ulat bulu pada manusia umumnya ringan, berupa gatal-gatal di kulit seperti alergi.
Meski tak membahayakan kesehatan, ia menyarankan masyarakat tetap menghindari kontak langsung dengan ulat bulu. Mereka yang tinggal di daerah terkena wabah juga dianjurkan menutup makanan dan minuman, dan menjaga pola hidup bersih dan sehat, seperti rajin cuci tangan.
Hanya menghindari kontak langsung dengan ulat bulu tidak lantas aman dari serangan bulunya. “Bulu-bulu ulat lepas terbawa angin, pakaian yang dijemur sampai air mandi juga dipenuhi bulu,” kata Ani, wanita yang tinggal di lokasi wabah di Kelurahan Tanjung Duren Utara, Jakarta.
Satu bulu ulat yang menempel di permukaan kulit sudah cuku memicu rasa gatal, memerah, dan bentol di sekujur tubuh. Ini karena bulu ulat umumnya mengandung zat racun yang dapat menembus poro-pori kulit dan menyatu dengan darah.
Zat racun yang menyebar ke dalam darah akan direspons sebagai zat asing. Lantaran dianggap sebagai ‘musuh’, sel-sel imun akan memproduksi senyawa histamin untuk melawannya. Senyawa ini yang kemudian memicu kulit memerah, gatal, dan bentol.
Itulah mengapa selain minyak gosok dan bedak antigatal, mereka yang terserang ulat bulu juga disarankan mengonsumsi obat antihistamin seperti incidal atau CTM. (lw/vivanewscom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar